Kamis, 08 Oktober 2015

PENDIDIKAN NILAI DALAM ISLAM

PENDIDIKAN NILAI DALAM ISLAM
 Edy, S.Sos, M.Pd.I
Dosen STIT-SIFA Bogor

Pendahuluan
Pendidikan menurut Islam mempunyai kedudukan yang tinggi. Ini dibuktikan dengan wahyu pertama yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang memerintahkan kepadanya untuk membaca dalam keadaan beliau yang ummi  di samping itu, wahyu ini juga mengandung suruhan belajar mengenal Allah SWT memahami fenomena alam serta mengenali diri yang merangkum prinsip-prinsip aqidah, ilmu dan amal. Ketiga  prinsip ini sangat penting dan menjadi objek kajian dalam  falsafah pendidikan Islam.
Orientasi pendidikan nilai dalam islam sangat jauh dan melampau pandangan dunia, apapun namanya sulit untuk menggunakan ukuran-ukuran yang kongkrit karena nilai yang sesungguhnya adalah tertanam dalam diri setiap mukmin dan bertujuan menjadi mukmin muttaqin, ukuran ukuran muttaqin melampaui tujuan pendidikan yang berorientasi sesaat, oleh karena itu  pendidikan nilai dalam islam hendaklah diformat baru sehingga peserta didik tertanam nilai-nilai positif secara subsatnsi kesadaran dan bukan formalitas belaka.
Agar nilai-nilai islam tertanam secara baik dalam diri peserta didik maka yang perlu dilakukan adalah menanamkan keyakinan atau motifasi yang mantap tentag ketuhanan (aqidah/tauhid) secara baik kepada peserta didik sehingga pertenggungjawaban manusia sesungguhnya adalah kepada Tuhan bukan kepada manusia
Pendidikan nilai yang selama ini dilaksanakan adalah nilai-nilai yang tidak membumi  sehingga nialai yang tertera pada laporan pendidikan menjadi kabur manakala dihadapkan pada permasalahan yang nyata hal ini terjadi karena pendidikan nilai lewat mata pelajaran PMP  (Pendidikan Moral Pancasila) atau sekarang PKn (pendidikan kewarganegaraan) hanya bersifat hapalan dari sila-sila pencasila.
Dalam makalah ini menulis mencoba bersama-sama berdiskusi tentang pendidikan nilai dalam islam untuk kemudian merumuskan bagaimana pendidikan nilai itu dapat “membumi” dan diterima oleh peserta didik dalam rangka tanggung jawab untuk menciptakan masyarakat yang beradab.


B.    Pengertian Nilai
   Kata Value kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia  Menjadi nilai  kata  Value sendiri terambila dari kata Valere atau da  dalam bahasa perancis kunoValoer  namun ketika kata tersebut sudah masuk kedalam  obyek tertentu  dari sudut pandang tertentu tafsiran  harga yang terkandung didalamnya  memberikan tafsiran yang bermacam-macam[1]

C.   Islam dan Pendidikan Nilai
Quran sebagai wahyu tidak dapatlagi dibantah kebenarannya dalam memberikan inspirasi kepada umatnya untuk melakukan tindakan tindakan terpuji tetapi apakah tindakan-tindakan tersebut memiliki teori dan landasan berbasis pada Quran atau hanya berorientasi sesat. Sejauh mana teori,konsep, pelaksanan, kegian, dan operasinal yang kita lakukan[11] . atau lebih jelasnya lihat diagram berikut.

Nilai dalam cakupan luas
Tujuan kurikulum
Keimanan dan Ketaqwaan Kepada Allah SWT
(Aqidah)
Untuk memperkokoh aqidah beragama dan mencerahkan fitrah beragama peserta didik
Kebenaran dan keyakinan yang kuat terhadap hukum hukum
(Syariat)
Untuk memperluas pengetahuan dan kesadaran peserta didik terhadap hukum-hukum agama yang harus ditaati atau dihindarkan
Etika dan Moral beragama
(Akhlak)
Untuk melatih peserta didik berprilaku terpuji  baik dalam hubungannya dengan sesame manusia, alam dan Tuhan



Dalam sebuah laporan yang ditulis oleh A Club of Rome (UNESCO, 1993) nilai diuraikan dalam dua gagasan yang saling bertentangan disatu sisi nilai dimaknai sebagai nilai ekonomi  yang bersandar kepada nilai produk, kesejahteraan,  dan harga  penghargaan yang begitu tinggi kepada harta  atau hal yang bersifat materi  dan yang kedua nilai yang abstrak yang sulit diukur dengan ukuran kongkrit seperti keadilan, kejujuran, kebebasan, kedamaian  dan sebagainya.[2]
Pemahaman terhadap pemaknaan nilai yang berbeda dilandasi atas perbedaan cara pandang, karenanya pemaknaan nilai  paling tidak memiliki penekanan pandangan sebagai berikut:
1.            Gordon Allport sebagai seorang ahli psikologi kepribadian  menurutnya nilai terjadi dalam wilayah keyakinan  yang merupakan tempat yang tinggi dibanding dengan wilayah lainnya  seperti hasrat, motip sikapo dan keinginan karenanya nilai merupakan keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya.[3]
2.            Nilai merupakan patokan normatif yang  mempengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya diantara tindakan alternatif,[4] definisi nilai ini dikemukakan oleh Kupperman yang merupakan ahli soisologi  yang menjadi penekanan adalah normatif atau lebih dikenal dengan norma  dimana norma harus dijunjung tinggi dalam kehidupan bermasyarakat.
3.            Value is address of a yes.[5] Dikemukakan oleh Hans Jonas Kata  adrdress disini bermakna tindakan yang dilakukan individu maupun sosial sedangkan kata yes merupakan nilai individu seseorang dalam melakukan suatu pilihan.
4.            Nilai merupakan konsepsi  (tersurat atau tersirat  yang sifatnya membedakan individu dengan ciri-ciri kelompok) dari apa yang diinginkan, yang mempengaruhi pilihan terhadap cara tujuan antara dan tujuan akhir tindakan  depinsi ini dikemukakan oleh Kluckohn.[6]
Mungkin setiap kita memiliki depinisi tersendiri tentang nilai namun nilai pada dasarnya tidak lebih dari sebuah ukuran untuk melakukan tindakan yang dilakukan menurut ukuran-ukuran tertentu.

Batang Tubuh Nilai
Dalam bidang filsafat nilai paling tidak dikaji dari tiga bahasan yakni:
1.     Ontologi yang membahas tentang hakekat nilai yang dimaknai sebagai rujukan dan keyakinan untuk menentukan pilihan. dan Struktur nilai yanng terdiri dari logis, etis, estetis kenikmatan, kehidupan,kejiwaan, kerohanian,politk sosial, agama dsb
2.     Epistemologi  yang meliputi objek nilai yakni agama, logika,filsafat, ilmu pengetahuan, sikap ilmuah,norma, kebiasaan, karyaseni, dan lainnya, cara memperoleh nilai yakni berpikir rasional, logis, empiris,  memfungsikan hati melalui meditasi, thariqat atau intuisi yang shohih, Ukuran kebenaran nilai yakni Lgik, Theistis, Mistik, Humanis
3.     Aksiologi kegunaan pengetahuan nilai misalnya nilai dalam wilayah filsafat, Ilmu pengetahuan, nilai pada wilayah mistik dan cara nilai menyelesaikan masalah nilai filsafat pada wilayah baik buruk Ilmu Pengetahuan misalnya keteladanan pembiasaan dengan mistik seperti wirid, puasa,sholawat dll.


Nilai dan Norma
Dari depinisi diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya nilai merupakan  sekumpulan kebaikan yang disepakati bersama  ketika kebaikan tersebut menjadi aturan dan menjadi kaidah yang digunakan sebagai ukuran untuk menilai sesuatu  maka itulah yang disebut dengan norma
Membungkukkan badan dan mengatakan punteun  meruapakan adat dalam masayarakat sunda manakala melewat atau berlalu dihadapan orang yang lebih dewasa atau orang tua dan merupakan nilai, sementara  tatacara lewat yang disepakati bersama merupakan norma
Nilai dan moral
Nilai paling tidak mengandung tiga kaida yaitu::
1.     Intelektual (benar dan salah)
2.     Estetika (Indah, kurang indah, tidak indah)
3.     Etika (baik dan buruk)
Kejujuran adalah nilai yang  baik, ketika kejujuran sudah dimanifestasikan sebagai tindakan dalam adat kebiasaan seseorang disebut dengan moral.[7] 
           Perbedaan cara pandang terhadap nilai mengakiubatkan pemaknaan terhadap sesuatu menjadi berbeda fenomena “ngebor” Inul Daratista misalnya dimaknai beragam disatusisi dikaitkan dengan moralitas disatusisi dikaitkan dengan seni itu sendiri.
         Perbedaan cara pandang ini dapat kita saksikan dalam peradaban Barat dan Islam mislanya ketika seni itu berlandaskan ajaran agama maka tidak ada patung atau gambaran manusia dalam bentuk telanjang utuh, tetapi ketika masuk ke dalam peradaban Barat yang berlandaskan Hedonisme atau paham kesenangan maka seni dimaknai sebagai “seni untuk seni” art for art  kanyataan gambar telanjang utuh menjadi tidak bermasalah.
           Hal inilah yang oleh Smuel P. Huntington  bahwa masa depan dunia  akan dilanda pertarungan nilai[8] dan Barat akan dipaksakan untuk tunduk dan hidup berdampingan dengan sistem-sistem budaya lain di dun
Ajaran Islam adalah ajaran- ajaran yang penuh dengan muatan-muatan nilai, sifat-sifat  seperti sabar, siddiq (benar dalam segala aspek) amanah, qonaah, optimis, menganjurkan umatnya untuk kaya tetapi tidak kikir, sabar tetapi tidak tertindas, berjihad dalam arti yang sesungguhnya dengan ilmu harta dan amal  nilai-nilai sebagaimana tersebut sehrusnya ditanggapi secara serius oleh umatnya untuk dilaksanakan dan selalu menjadi umat yang terdepan didalam berbagai aspek kehidupan.
Peranan guru dalam menanamkan sifat-sifat ini dilembaga pendidikan atau dalam mata pelajaran Agama Islam sangat besar,[9] kenyataan masyarakat Indonesia saat ini  sangat mudah tersinggung bertinadak anarchi bahkan tidak mudah percaya dengan kebijakan-kebijakan pemerintah. walaupun memberikan nialai positif tetapi dampak kerugian yang ditimbulkan akibat tindakan “hampa nilai” yang dilakukan seolah-olah bangsa kita bangsa yang tidak bermoral.[10] 
Sebenarnya yang lebih berhak maju adalah umat Islam dibanding degan Barat karena orientasi pandangan hidupnya melampau dunia yakni akhirat  yang ukuran-ukurannya tak tampak, hanya pribadi dengan Tuhan lah yang tahu tetapi karena “Miskin” amal sholeh teori dan operasioanal sehingga menjadi “korban” dari peradaban dan globalises 
Bagi umat Islam al-Quran merupakan pedoman tertinggi dan sudah tidak dapat diragukan lagi kebenarannya. al-Quran yang merupakan kitab suci penuh nilai positif harus diterjemahkan kedalam kehidupan sehari-hari  sehingga isyarat-isyarat al-Quar yang berkaitan dengan amal sholeh dan taqwa dilaksanakan dalam kegiatan seharti-hari.
            Dari diagram diatas kita dapat pahami bahwa sehebat apapun gagasan Quran tentang kehidupan pada hakekatnya dikembalikan kepada kecerdasan berpikir umat islam itu sendiri dalam menterjemahkan Quran. Sebagai contoh tentang kebersihan al-Quran mengisyaratkan bahwa:
1. Wahyu
   “Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri” (Q.S al-Baqarah/2:222)
2. Teori
    Teori biasanya diperkuat oleh hadits dan perkataan shahabat dan ulama misalnya “kebersihan sebagian dari iman”, “akal yang sehat terdapat dalam jiwa yang sehat”
3. Konsep
   Menghubungan  kebersihan dengan faktor kesehatan sepeti munculnya penyakit demam berdarah, alergi, AIDS yang merupakan diakibatkan dari hidup dan kehidupan yang tidak bersih.
4. Pelaksanaan
Dilaksanakan dalam kehidupan real masyarakat misalnya dengan membuang sampah pada tempatnya dan didukung dengan peran serta pemerintah yang mengawasi bidang ini yang diikuti dengan peraturan dan sangsi yang tegas
6.Kegiatan  
Merupakan terjemahan dari pelaksanaan yang diwujudkan dalam pelaksanaan  nyata dan menyentuh langsung kedalam aspek-aspek kehidupan bermasyarakat
7. Operasional
Suatu  pelaksanaan dimana nilai-nilai kebersihan terinternalisasi dalam setiap individu masyarat.
     Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam disamping sebagai pedoman hidup juga memiliki keterkaitan-keterkaitan terhadap perkembangan pengetahuan dan tekhnologi isyarat ilmu pengetahuan telah muncul dalam al-Quran tetapi karena kekurangan Riset dan minimnya tekhnologi sehingga pengetahuan-pengetahuan lnialai dan tekhnologi terkini ebih sering muncul dikalangan orang non Islam walaupun peletakan dasar pengetahuan telah dilakukan oleh ulama-ulama Islam terdahulu hal ini tidak lain karena minimnya pengetahuan dan kurangnya landasan operasional pelaksanaan.
Dalam prakteknya hal ini begitu sulit dilakukan mengingat tradisi, kultur dan budaya masyarakat Indonesia yang paternalistik. Agar supaya nilai tersebut “membumi”[12] dalam masyarakat yang diperlukan selanjutnya adalah tauladan dalam berbagai aspek kehidupan dan dimulai dari “elit” masyarakat sebagaimana keberhasilan Rasulullah Saw dalam berdakwah yang diantaranya karena beliau mencontohkan sebelum melakukan dan mengatakan apa yang sudah dilakukan.
Untuk mewujudkan nilai islam  peran pendidikan menempati bagian terpenting dalma rangka menyampaikan pesan-pesan nilai sosial islam kepada umat dan masyarakat  karenannya peran da’wah dan pendidikan harus ditingkatkan dan diatur dengan manajemen yang bagus yang tidak berorientasi pada materi tetapi pada nilai Islam itu sendiri.
Pendidikan atau da’wah bi al-lisaan dalam proses pemidahan pengetahuan nilai keislaman baik dalam bidang pendidikan kepada siswa dan masyarakat masih tetap  diperlukan karena menumbuh kembangkan nilai-nilai islam itu dimulai dari pemahaman terhadap islam itu sendri, namun yang lebih penting adalah da’wah bi- al hall  karena lebih utama dan langsung menyentuh kepada masalah yang dihadapi umat permasalahan yang ada kemudian sulit bagi umat saat ini untuk mencari pigur  atau tauladan yang baik (almasalul al-A’la/ idola) yang dapat menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan zaman.
Aspek perjuangan  nilai Islam sesungguhnya diawali pada perjuangan dengan menumbuh suburkan  aspek-aspek akidah dan etika dalam setiap diri pemeluknya.[13]  Untuk mewujudkan nilai sosial yang mantap harus dilakukan beberapa tahapan yang meliputi
1.   Keluarga
Yakni suatu keluarga yang berkualitas. Setiap  jiwa bertanggung jawabuntuk menyucikan jiwa dan harta  dengan memperhatikan pendidikan yang cukup kepada pendidikan anank-anak dan istri  dan menciptakan hubungan yang serasi  antara semua anggota masyarakat
2.  Kewajiban anggota masyarakat yang melahirkan hak-hak tertentu yang sifatnya keserasian dan keseimbangan antara pribadi dan masyarakat.
3.  Pribadi dimana setiap orang  dituntut untuk dapat bertanggungjawab  baik kepada pribadi masyarakat dan Tuhan untuk dapat bekerja sesuai dengan kemampuannya

            Dari segi kepentingan pendidikan nilai dilakukan dalam bentuk pendidikan keagamaan dan pendidikan kebangsaan dilaksanakan disekolah-sekolah formal di Indonesia mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi  yang berupa  “titipan agama” berbentuk pendidikan agama dan budi pekerti  “titipan kebangsan” atau nasionalis berupa pendidikan kewarganegaraan atau yang dikenal dengan civic educations.
            Pendidikan moral yang dilkaksanaan pada masa orde baru dengan melakukan penataran-penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) terbukti tidak ampuh dalam menghadapi tantangan globalisasi
P4 yang disampaikan lebih bersipat “doktrin” dari pada sebagai pesan moral dan diikuti hanya sebagai “syarat kesetiaan” terhadap orde baru pada saat itu  yang dilakuykan hampir disemua lini pemerintahan dan swasta baik kepad siswa  karyawan apalagi kepada pejabat pemerintahan terbukti “gagal” hal ini karena penanaman moral itu “hampa nilai” dan tidak membumi atau terinternalisasi dalam masyarakat.
            Seharusnya dengan dilakukannya Penataran-penataran P4 bangsa Indonesia terbebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) tetapi apa yang terjadi kemudian adalah sebalikanya dan sampai saat ini diantara “musuh” terberat yang dihadapi bangsa ini adalah KKN.
Beberapa tahun lalu, dunia pendidikan kita diramaikan oleh diskusi soal format baru pendidikan moral di sekolah. Zaman Orde Baru, pendidikan moral itu selalu dikaitkan dengan nilai-nilai dasar Pancasila sebagai filosofi atau pandangan-dunia bangsa Indonesia yang kemudian disajikan dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang sebelumnya disebut Pendidikan Moral Pancasila.
Diskusi itu berusaha memberi ruang lebih terbuka bagi pemaknaan moral bagi peserta didik. Gagasan yang melandasi usaha ini adalah, pendidikan moral di sekolah yang berlangsung sebelumnya terlalu negara-sentris, kering, hambar, bahkan cenderung ideologis dan pro-status quo. Reformasi di bidang pendidikan moral di sekolah juga dipandang mendesak karena diduga salah satu biang terpuruknya bangsa ini dalam krisis multidimensi diakibatkan kegagalan pendidikan moral di sekolah.
Formulasi substansi dan materi pengajaran pendidikan moral yang lama, terlalu berpola deduktif, khas kebijakan politik Orde Baru yang ingin mengontrol semua bidang kehidupan. Pemaknaan nasionalisme, misalnya, jarang sekali dikaitkan dari sudut pandang kelompok- kelompok masyarakat yang begitu beragam. Nasionalisme disajikan dalam bentuknya yang negara-sentris. Separatisme dimaknai secara hitam-putih tanpa dilihat dari perspektif lebih luas. Sementara itu, nilai-nilai seperti kejujuran, ketulusan, kebajikan, dan semacamnya, banyak tampil sekadar semacam petuah tanpa ekses
Pendidikan Nilai Agama Islam disekolah
Pendidikan agama Islam yang dilalkukan disekolah formal di Indonesia SD/MI SMP/MTs SMA/MA/SMK dilakukan dalam dua sisi
1.   Sebagai mata pelajaran Disekolah sekolah dibawah naungan diknas namun dibeberapa sekolah dibawah naungan Diknas mengembangan sendiri muatan pendidikan islam dengan istilah “muatan khususu” atau dirosah islamiyyah[14] karena KBK dan KTSP memungkinkan tentang hal tersebut dan pemerintah hanya memberikan batasan minimal untuk mata pelajaran
2.    Sebagai rumpun mata pelajaran sebagaimana yang dilakukan di lembaga pendidikan yang berada dibawah naungan Departemen Agama dengan mata pelajaran dengan sebutan Aqidah akhlak,Fiqih, Sejarah Islam, Bahasa Arab dan al-Quran Hadits
Pendidikan Agama Islam memiliki peran yang penting dalam menanamkan kepribadian dan akhlak mulia siswa karena mata pelajaran ini mengandung muatan nilai, moral, etika beragama karenanya seorang guru PAI memiliki peran terdepan dalam menanamkan kesadaran nilai-nilai keagamaan tersebut
Beberapa karakteristik PAI dalam buku pedoman khusus PAI sebagai berikut:
1.     PAI merupakan mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran-ajaran pokok agama Islam
2.     PAI bertujuan untuk membentuk peserta didik agar beriman  dan bertaqwa kepada Allah SWT dan memiliki akhlak mulia
3.     PAI mencakup tiga kerangka dasar, yaitu aqidah, syariah, dan akhlak.
Materi esensia PAI  dapat dilihat dalam table berikut:[15]
            Pendidikan di dalam Islam tidak dapat terlepas dari nilai keTuhanan yang bertujuan terwujudnya insan yang muttaqiin peranan PAI  dalam hal ini begitu penting  falsafah Iqro misalnya dapat dijadikan landasan untuk mengenal manusia secara utuh yang diciptakan tidak lain untuk beribadah  kepada  Allah SWT.
            Pendekatan pendidikan keagamaan dalam penanaman nilai terhadap siswa berupa aqidah syariah dan akhlak  pada gilirannya akan membutuhakan pendidikan kontekstual dan multi disiplin ilmu tidak hanya memberikan gambaran abstrak terhadap pelajaran yang akhirnya menjadi hampa nilai. Hal inilah yag seharusnya dilakukan oleh para pendidik agama Islam.
            Pendidikan Agama Islam yang merupakan salah satu bagian dari mata pelajaran dalam pendidikan di sekolah-sekolah formal harus juga dipadukan dengan materi-materi pelajaran lain sehingga menjadi satu bagian yang utuh dan tidak terpisah walaupun bukan menjadi objek kajian yang diprioritaskan tetapi “benang merah” harus ada sehingga pembinaan moral nilai dan akhlak bukan hanya menjadi tanggung jawab guru agama tetapi menjadi tanggung jawab semua orang yang terlibat didalam pendidikan itu sendiri dan ada kesatuan yang utuh antara  nilai agama, akhlak mulia, tidak dipisahkan karena dunia pada dasarnya adalah jalan untuk mencapai kebahagiaan akhirat.                                             
Wallohu a’lam


DAFTAR PUSTAKA


Mulyana, Rohmat Mulyana, Mengartikulasi pendidikan nilai , Bandung : 2004
Madjid,Nurcholis, Islam Agama Peradaban, Jakarta: Paramadina, 2000
Syihab M.Quarih Membumikan al-Quarn,Mizan:1998
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SDIT al-Mawaddah Cibinong Bogor Jawa Barat , 2006 ,untuk kalangan sendiri   tidak diterbitkan.


[1] Nilai manusia menurut sudut pandang Barat dan Islam memiliki perbedaan, Pengertian manusiapun menjadi berbeda kalau kita dasarkan pada disiplin ilmu tertentu., Lih. Dr. Rohmat Mulyana, Mengartikulasi pendidikan nilai , Bandung : 2004 h.7
[2] ibid., h.9
[3] ibid
[4] Ibid
[5] Ibid, dikemukan  oleh Hans Jonas  dikutip dari Rohmat mulyana, ibid
[6] ibid h.10
[7] Rahmat Mulyana, op.cit. h.18
[8]Nurcholis Madjid, Islam Agama Peradaban, Jakarta: Paramadina, 2000 h, 262 Smuel P. Huntington   terkenal dengan teori “The Clash of Civilization?” bahwa masa depan akan diramalkan akan adanya pertentangan antara peradaban yakni Islam, Barat yang Kristen dan Konmfusionisme
[9]Disebutkan dalam mata pelajaran Agama Islam karena lebih memuat nilai-nilai keagamaan namun seharusnya nilai-nilai ini melekat atau terinternalisasi dalam setiap pelajaran atau pelajaran apapun yang dipadukan dengan pendidikan nilai
[10] Setiap hari  media Televisi selalu menayangkan  kriminalita , tindakan korupsi, pembantaian, “mutilasi”, pemerkosaan, masalah  TKI dll yang bebas dilihat oleh siapa saja  pendidikan moral yang diberikan disekolah seolah  hilang dan lebih bermakna pada tayangan TV
[11]Sebagaimana yang dilakukan oleh Prof Dr H. Abudinnata dalam perkuiahan Manajemen Pendidikan Islam dalam merumuskan “/Membumikan nilai-nilai Islam “.
[12] Istilah “membumi” sebagaimana yang dikemukakan oleh Prof Quraish Syihab dimana penulis memaknai  dapat diterima dan terbiasa atau menjadi kebiasaan dan tradisi tanpa paksa yang dilakukan  oleh masyarakat
[13]M.Quarih Syihab, Membumikan al-Quarn,Mizan:1998, h. 241
[14] Dapat dilihat pada kurikulum Sekolah Dasar Islam terpadu Sebga contoh Kurikulum Sekolah Dasar Islam Terpadu al-Mawaddah yang lebih dikenal dengan Kurikulum tingkat satua pendidikan menggunakan istilah Dirosah Islamiyyah  Lih. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SDIT al-Mawaddah Cibinong Bogor Jawa Barat , 2006 ,untuk kalangan sendiri   tidak diterbitkan.
[15] Rohmat Mulyana, op.cit., h. 205 dengan penambahan seperlunya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar